Oleh I Nengah Subadra
INDONESIA merupakan negara agraris yang kaya berbagai rempah-rempah dan berbagai hasil pertanian. Letak negara yang berada di daerah tropis dan banyaknya potensi alam yang bisa dijadikan sebagai lahan pertanian seperti sawah dan ladang telah memberikan anugerah dan peluang kerja bagi sebagian besar penduduk Indonesia untuk bergelut dalam bidang pertanian. Sehingga tidak mengherankan lagi pada era orde baru sektor pertanian dijadikan sebagai sektor utama (leading sector) dan roda penggerak perekonomian Indonesia yang dibuktikan dengan tercapainya surplus beras pada masa itu.
Banyaknya penduduk Indonesia yang menekuni profesi sebagai petani sama sekali tidak memberikan dampak positif dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Bahkan, berbading terbalik dengan cita-cita negara Indonesia yakni mencapai masyarakat adil dan makmur. Faktanya, secara turun-temurun mereka hanya mampu memenuhi keperluan hidup sehari-hari dan hampir tidak memiliki sisa penghasilan untuk mempersiapkan masa depan yang lebih baik. Jika keadaannya demikian terus, kapan mereka bisa hidup makmur dan sejahtera?
Dalam hal ini empat stakeholder utama dalam pertanian (petani, masyarakat, pemerintah dan akademisi) yang memegang peranan penting dalam upaya memperkuat ketahanan pangan nasional. Mereka harus bekerja dalam satu sistem yang memiliki ikatan kerja saling mendukung antara yang satu dengan yang lainnya. Petani bertugas untuk mengolah lahan pertanian, mempersiapkan pembibitan dan penanaman padi, pemeliharaan tanaman, pemanenan.
Masyarakat umum sebagai konsumen semestinya membantu para petani dengan cara membeli dan mengonsumsi beras produksi dalam negeri. Sedangkan bagi wakil rakyat (anggota DPD, DPR dan DPRD) seharusnya secara berkala berinteraksi dengan petani untuk menyerap aspirasi dan mengetahui permasalahan yang dihadapi, dan selanjutnya membuat kebijakan yang lebih memihak pada petani.
Kebijakan yang sangat mendesak untuk diperjuangkan dan direalisasikan adalah tentang distribusi hasil pertanian (gabah dan beras) pascapanen. Mengingat, saat ini tidak ada aturan yang jelas, sehingga para tengkulak dengan leluasa mempermainkan harga gabah yang dibeli dari petani. Sehingga bukannya petani yang mendapatkan keuntungan atas jerih payahnya, melainkan para tengkulaklah yang mendapatkannya.
Pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan penggerak roda pemerintahan semestinya membuat perencanaan pengembangan pertanian. Penetapan harga beli gabah petani perlu direvisi dan disesuaikan dengan perkembangannya. Ini harus dilakukan melalui survai dan penelitian ilmiah untuk mengetahui secara pasti pengeluaran dan penghasilan para petani sehingga lebih representatif, serta mewakili aspirasi rakyat. Pemerintah khususnya Dinas Pertanian harus mengintensifkan program penyuluhan pada para petani agar petani memiliki informasi dan pengetahuan tentang pertanian seperti bibit unggul dan penanganan hama tanaman yang up-to-date.
Kalangan akademisi seharusnya terus melakukan kajian-kajian ilmiah agar bisa mengembangkan dan mengadakan inovasi, serta penemuan-penemuan baru dalam bidang pertanian seperti bibit unggul dan pemberantasan hama tanaman khususnya padi. Temuan dari para peneliti akan sangat membantu para petani padi dalam pemilihan bibit dan pemeliharaan tanaman padi.
Namun, tak harmonisnya hubungan stakeholder tersebut telah mengantar negara Indoneisa ke krisis baru yaitu krisis pangan khususnya beras. Terpuruknya ketahanan pangan di Indonesia memaksa pemerintah merngimpor beras. Meski hal itu merupakan langkah yang sangat tepat, namun upaya tersebut hendaknya jangan dijadikan sebagai kebiasaan tahunan dan ajang untuk mencari komisi dan insentif. Apalagi tindakan melanggar hukum lainnya, sebagaimana kasus Bulog yang mencuat belakangan ini.
Jadi impor beras yang dilakukan pemerintah secara berkelanjutan merupakan hal yang memalukan dan merendahkan harkat dan martabat bangsa Indonesia sebagai negara agraris. Hal ini bisa terjadi karena tidak berjalannya peran masing-masing stakeholder pertanian. Upaya yang bisa dilakukan adalah mengaktifkan dan menggerakkan sistem pertanian dengan cara memberikan kesempatan kepada para stakeholder untuk memainkan perannya sesuai dengan fungsinya masing-masing dalam satu sistem.
Penulis, dosen di STP Triatma Jaya-Dalung.
Diterbitkan di Rubrik Debat Publik Harian Bali Post, Tanggal 2 Juli 2007