Thursday 19 February 2009

Bali Tourism Watch: ”Local Genius” Vs ”Local Genuine”

Oleh I Nengah Subadra

BAHASA yang digunakan oleh beberapa oknum pejabat negara sering kali membingungkan dan menggunakan istilah-istilah asing atau diadopsi dari bahasa asing. Salah satunya tentang perbedaan arti antara local genius dengan local genuine.

Sekarang sudah tidak saatnya lagi mempertahankan, melindungi dan melestarikan jago-jago kandang (local genius) dan pemerintah semestinya mencari jalan keluar untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi (pengetahuan, keahlian dan perilaku) sumber daya manusia agar bisa bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia sehingga kesan sebagai jago kandang terhapuskan.

Contoh-contoh local genius dapat ditemukan di bidang olah raga yaitu pemain atau atlet hanya mampu menang di daerahnya saja, begitu dimasukkan ke pertandingan berskala nasional kalah. Contoh lain dalam bidang pariwisata, pekerja pariwisata seperti waiter hanya mampu menduduki posisi steward dan assistant waiter di operator-operator kapal pesiar bertaraf internasional.

Kearifan lokal (local genuine) adalah segala sesuatu yang dimiliki oleh masyarakat lokal di daerah tertentu yang merupakan ciri keaslian dan kekhasan daerah tersebut tanpa adanya pengaruh atau unsur campuran dari daerah lainnya. Secara umum kearifan lokal dibedakan menjadi dua yaitu kerifan lokal yang dapat dilihat dengan mata (tangible) seperti objek-objek budaya, warisan budaya bersejarah dan kegiatan keagamaan; dan kearifan lokal yang tidak dapat dilihat oleh mata (intangible) yang berupa nilai atau makna dari suatu objek atau kegiatan budaya.

Ide untuk melestarikan kerifan-kearifan lokal juga telah dijabarkan dalam konsep pembangunan berkelanjutan. Dalam konsep tersebut dikatakan bahwa ada tiga unsur utama yang harus dilestarikan keberadaannya antara lain alam, sosial-budaya dan ekonomi. Tujuan utamanya adalah untuk menjamin keberlangsungan dan keberadaan dari kearifan-kearifan lokal agar generasi terdahulu, sekarang dan yang akan datang memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk menikmati kearifan lokal yang ada. Namun seiring dengan pesatnya pertumbuhan ekonomi dan industri pariwisata di Bali, local genuine yang ada di Bali sering kali dimodifikasi, dicampur dengan kearifan lokal atau unsur lain-lain, dan yang lebih tragis lagi diperjualbelikan untuk kepentingan kegiatan prekonomian. Ancaman terhadap kepunahan aset yang beharga tinggi ini semakin besar jika pemerintah, pelaku pariwisata dan pelaku ekonomi ikut punyah (mabuk) dan tergiur dengan keuntungan ekonomi yang diperoleh sehubungan dengan pemanfaatan kearifan-kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Bali.

Mengingat pentingnya pelestarian terhadap local genuine yang dimiliki Bali maka pihak terkait khususnya masyarakat lokal, kalangan peneliti, dan pemerintah harus bahu-membahu untuk melakukan usaha-usaha yang bertujuan untuk mengidentifikasi, menentukan dan memutuskan hal-hal yang dikategorikan sebagai local genuine Bali. Masyarakat lokal harus secara aktif memberikan informasi kepada para peneliti tentang kearifan-kearifan lokal yang ada di daerahnya. Peneliti bertugas untuk mendata semua kearifan lokal yang ada di seluruh pelosok pulau Bali yang selanjutnya ditulis dalam bentuk kajian atau penelitian ilmiah. Pemerintah membuat ketetapan tentang jenis-jenis kearifan lokal yang dimiliki Bali dan selanjutnya membuat peraturan daerah yang mengatur tentang pelestarian kearifan lokal yang telah digali oleh para peneliti.

Dengan adanya peraturan daerah ini maka semua local genuine dapat dipreservasi — dikondisikan sebagaimana bentuk aslinya, direvitalisasi — penggalian kearifan lokal yang hampir punah dan selanjutnya dibangkitkan kembali sehingga kearifan lokal tersebut dikenal kembali, dan dilestarikan –pelestarian yang dinamis yang mengikuti perkembangan zaman dan perubahan namun intinya masih terpelihara dengan baik sampai dengan generasi yang akan datang.

Diterbitkan oleh Harian Umum Nasional Bali Post, hari Jumat, tanggal 9 Mei 2008